Keindahanberhubungan dengan karya cipta manusia karena. A. Manusia mempunyai kontemplasi dan ektase B. Manusia melihat keindahan alam dan menirukannya C. Manusia memiliki hubungan antara Tuhan dan alam D. Manusia mempunyai selera seni E. Manusia membutuhkan keindahan dalam hidupnya 22.
Estetikasendiri sangat berhubungan erat dengan ide-ide atau gagasan untuk menciptakan suatu keindahan tersebut. Karya Cipta Karya cipta sendiri berarti suatu ciptaan, meliputi berbagai hal, termasuk puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan
Menurutilmu filsafat seni manusia adalah makhluk pemuja keindahan. lewat panca indera manusia dapat menikmati keindahan dan setiap saat tak dapat berpisah dengannya, serta berupaya untuk dapat menikmatinya dalam waktu yang lama.Kalau tidak dapat memperolehnya manusia mencari kian kemari agar dapat menemukan dan memuaskan rasa dahaga akan keindahan.
Keindahandan Karya cipta dalam diri manusia. Dimana pada kehidupan manusia, dalam pribadi masing-masing terdapat keindahan dan karya cipta masing-masing, bisa juga terdapat kreatifitas dan ide. Sedangkan ekstansi itu merupakan faktor pendorong untuk merasakan menikmati keindahan karena derajat kontemplasi dan ekstansi itu berbeda-beda
Keindahanberhubungan dengan karya cipta manusia karena - 24826201 raflialamsyah204 raflialamsyah204 10.10.2019 Lihat jawaban aldi4062 aldi4062 Jawaban: cara manusia membuat seni adalah karena mengekspresikan perasaan dirinya jika sedih :karya seninya mengekspresikan sedih. Penjelasan: Maaf kalau salah. SEMOGA MEMBANTU# Pertanyaan baru di
yxo5. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Menurut Ismayani 2017 karya sastra adalah ciptaan yang telah disampaikan dengan komunikatif mengenai maksud dan tujuan pengarang menceritakan sebuah kisah yang didalam sudut pandang orang pertama maupun ketiga dengan plot dan melalui beberapa perangkat sastra yang berhubungan dengan waktu dan disatukan dengan unsur-unsur estetika dan keindahan dalam Fitri, A., & Humaira, M. A. 2022 . Setara dengan apa yang dipaparkan Tjahyadi 20192 bahwa aspek keindahan, pikiran dan perasaan akan menjadikan sebuah karya tersebut menjadi karya sastra yang unik karena didalamnya memuat nilai-nilai personal dan estetis. Selain itu karya sastra merupakan suatu bentuk rekaman ide dan gagasan yang menggunakan seni bahasa dari seorang pengarang untuk disampaikan kepada orang lain. Sastra bukan hanya sekedar tulisan fiksi yang tidak memiliki makna didalamnya, tentu dalam karya sastra memiliki makna serta pemahaman yang positif dan begitu mendalam dari seorang pengarang untuk pembaca guna menjadi pelajaran serta diterapkan dalam aspek atau menganalisis suatu karya sastra merupakan kegiatan yang menambah kreativitas dan juga merupakan hal yang penting rangka menambah ilmu pengetahuan mengenai makna serta unsur-unsur karya sastra. Pada analisis makna dalam karya sastra seseorang tentu identik dengan menganalisis makna dalam karya sastra puisi. Tidak dapat dihindari bahwa seseorang tertarik dengan makna-makna yang terkandung dalam puisi karena sebagian orang relate dengan hal yang sedang dialami. Pengertian puisi yaitu sebuah hasil umgkapan perasaan pengarang dengan bahasa yang matra, irama, setiap larik dan baitnya penuh makna. Pengarang puisi mengungkapkan perasaannya secara imajinatif dan menghubungkan antara bahasa dan yang dialaminya. Puisi yang diciptakan oleh pengarang tentu memiliki nilai-nilai moral yang penting untuk pembaca. Menurut Semi 1993 moral sendiri dapat diartikan sebagai suatu norma atau suatu konsep yang dijunjung tinggi oleh sebagian besar masyarakat dalam Fitri, A., & Humaira, M. A. 2022. Maka dari itu pentingnya terdapat suatu bacaan yang membahas mengenai analisis nilai moral yang terkandung dalam puisi Mustofa Bisri yang berjudul IbuIBU Kaulah gua teduh tempatku bertapa bersamamusekian lamaKaulah kawahdarimana aku meluncur dengan perkasa Kaulah bumiyang tergelar lembut bagikumelepas lelah dan nestapa 1 2 3 4 5 Lihat Bahasa Selengkapnya
Keindahan berhubungan dengan karya cipta manusia karena - biar bisa lebih jelas silahkans imak selengkapnya dibawah iniKeindahan berhubungan dengan karya cipta manusia karenaa. manusia mempunyai kontemplasi dan ekstaseb. manusia melihat keindahan alam dan menirukannyac. manusia memiliki hubungan antara Tuhan dan alamd. manusia mempunyai selera senie. manusia membutuhkan keindahan dalam hidupnya​Jawaban yang tepat adalah e. manusia membutuhkan keindahan dalam adalah konsep yang relatif, dan setiap individu memiliki pandangan yang berbeda tentang keindahan. Namun, manusia secara umum cenderung mencari dan menghargai keindahan dalam hidup mereka. Karya seni diciptakan untuk menghasilkan keindahan, dan manusia seringkali mengekspresikan keindahan tersebut dalam bentuk seni. Oleh karena itu, keindahan berhubungan dengan karya cipta manusia karena manusia membutuhkan keindahan sebagai bagian dari pengalaman hidup dalam karya seni bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti lukisan, musik, tari, film, sastra, dan lain sebagainya. Manusia mengekspresikan keindahan ini sebagai cara untuk memperlihatkan kreativitas dan imajinasi mereka, dan juga untuk membagikan pengalaman mereka dengan orang itu, keindahan dalam karya seni juga bisa memberikan inspirasi dan motivasi bagi manusia untuk berkembang dan mencapai potensi mereka. Karya seni yang indah dapat memicu emosi positif, meningkatkan kesejahteraan mental, dan memberikan makna bagi hidup seseorang. Karya seni juga dapat membangun hubungan sosial dan budaya, menginspirasi komunitas untuk merayakan identitas mereka, dan memperkuat hubungan antar konteks keagamaan, keindahan juga terkait dengan hubungan manusia dengan Tuhan dan alam. Karya seni sering digunakan sebagai medium untuk menyampaikan nilai-nilai spiritual dan menghormati keagungan ciptaan Tuhan. Keindahan alam menjadi sumber inspirasi bagi karya seni, dan manusia sering meniru bentuk dan pola dari alam untuk menciptakan karya yang keseluruhan, keindahan berhubungan dengan karya cipta manusia karena manusia membutuhkan keindahan dalam hidup mereka. Keindahan ini dapat memberikan makna, inspirasi, dan motivasi bagi manusia, dan juga dapat memperkuat hubungan sosial dan budaya. Karya seni dapat menjadi cara untuk mengekspresikan dan menghargai keindahan, serta untuk memperkuat hubungan manusia dengan Tuhan dan banyak karya manusia yang mengandung unsur-unsur keindahan, baik dalam bentuk seni maupun dalam bentuk lainnya. Berikut adalah beberapa contoh karya manusia yang mengandung unsur-unsur keindahanLukisan dan gambar Lukisan dan gambar merupakan karya seni visual yang seringkali memperlihatkan keindahan melalui penggunaan warna, garis, bentuk, dan tekstur. Karya seni ini dapat dihasilkan dengan berbagai teknik, seperti cat air, pastel, atau cat Musik adalah bentuk seni yang memperlihatkan keindahan dalam bentuk suara dan harmoni. Musik dapat membangkitkan emosi dan menghasilkan pengalaman yang indah bagi Tari adalah bentuk seni gerak yang menggabungkan unsur-unsur gerakan dan musik untuk menciptakan pengalaman visual dan auditif yang Arsitektur adalah karya manusia yang menciptakan bangunan dan lingkungan yang indah dan fungsional. Arsitektur mencakup desain bangunan, ruang publik, dan lingkungan alami yang berfungsi untuk memperindah dan memperbaiki kualitas hidup Film adalah bentuk seni yang menggabungkan unsur-unsur visual, auditif, dan naratif untuk menciptakan pengalaman yang indah dan berarti bagi merupakan hasil karya cipta manusia yang memiliki banyak bentuk dan jenis, seperti seni lukis, seni rupa, seni musik, seni tari, seni sastra, seni fotografi, dan lain-lain. Seni biasanya dihasilkan melalui proses kreatif yang melibatkan imajinasi, teknik, dan ekspresi. Melalui seni, manusia dapat mengekspresikan emosi, gagasan, dan pandangan mereka terhadap dunia. Seni juga dapat menjadi sarana untuk memperlihatkan keindahan, merayakan budaya, dan memperkuat hubungan sosial dan budaya di antara manusia. Demikian artikel kali ini di motorcomcom jangan lupa simak artikel menarik lainnya disini.
Estetika adalah salah satu hal dasar yang akan dialami dan dihadapi oleh manusia sehari-hari. Sifatnya dalam keseharian sangat spontan, hanya dalam pikiran, nyaris berbarengan dengan alam bawah sadar, sehingga terkadang membuat kita tidak begitu menghiraukannya. Memang benar bahwa keindahan berada di mata pemandangnya dan keindahan adalah hal yang subjektif, tidak usah diperdebatkan lagi. Namun, sebetulnya keindahan yang merupakan topik utama estetika adalah salah satu faktor pertama yang akan diperhatikan dalam berbagai interaksi kehidupan sosial. Pada umumnya estetika adalah penilaian utama yang selalu dijatuhkan pada setiap karya seni. Meskipun demikian, dalam perkembangannya, keindahan tidak selalu menjadi hal utama dalam seni. Seni tidak melulu harus menjadi objek yang indah dan para ahli memilah bidang studi alternatif dari estetika untuk membahasnya, yakni dalam filsafat seni. Keduanya, baik estetika maupun filsafat seni menjadi salah salah satu pencarian yang tak pernah usai digali, baik di dalam filsafat maupun bidang seni secara umum. Oleh karena itu, penting bagi pegiat seni untuk mempelajari estetika secara komprehensif untuk memperluas khazanah pemahaman seni. Tujuan Estetika Pengertian Estetika Filsafat Keindahan Filsafat Seni Mimesis dan Kreasi Sastra Ciri Keindahan Estetika Menurut Alexander Gottlieb Baumgarten Teori Disinterestedness Teori Universalitas Teori Esensialitas Teori Bentuk Tujuan Penilaian Estetik Ekspresi Seni Penilaian Seni Simpulan Referensi Keindahan Berhubungan Dengan Karya Cipta Manusia Karena Tujuan Estetika Estetika adalah ilmu yang membahas tentang keindahan ataupun selera dan rasa, termasuk seni. Walaupun hari ini menilai seseorang dari penampilan dianggap kurang pantas dan tidak adil, tetapi mau tidak mau hal tersebut akan selalu bersemayam dipikiran semua orang dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya, mengapa kita selalu memperhatikan penampilan diri sendiri, sekecil apapun itu. Hal tersebut karena nyatanya, penampilan tetap berpengaruh pada karir, kehidupan asmara, bahkan lingkungan pertemanan dan masyarakat secara umum. Semakin baik pemahaman suatu masyarakat terhadap estetika, maka semakin dalam juga apresiasinya terhadap keragaman paras wajah, penampilan, budaya, hingga pengaruh visual lain pada umumnya. Apresiasi yang lebih baik terhadap estetika juga akan memicu sikap toleransi positif pada keanekaragamannya; tidak berpatok pada satu pandangan ras, warna, dll tentang keindahan/kecantikan. Cantik tidak selalu harus putih atau berhidung mancung. Keindahan tidak hanya terletak pada mata yang melihatnya, tetapi beradasarkan konteks tertentu misalnya aspek sosial dari pemandang dan subjek yang dipandangnya itu sendiri. Hal seperti itulah yang terus digali oleh estetika. Pengertian Estetika Secara etimologis estetika berasal dari kata Yunani Aistetika yang berarti hal-hal yang dapat dicerap dengan panca indra, atau Aisthesis yang berarti pencerapan panca indra/sense perception, The Liang Gie, 1976, Namun pengertian estetika umumnya sendiri adalah cabang ilmu filsafat yang membahas mengenai keindahan/hal yang indah, yang terdapat di alam dan seni. Estetika sebagai ilmu tentang seni dan keindahan pertama kali diperkenalkan oleh Alexander Gottlieb Baumgarten 1714-1762, seorang filsuf Jerman. Walaupun pembahasan estetika sebagai ilmu baru dimulai pada abad ke 17 namun pemikiran tentang keindahan dan seni sudah ada dari sejak zaman Yunani Kuno. Dalam proses perkembangannya filsuf dan para ahli terus mengemukakan pendapat yang berbeda mengenai cabang filsafat ini. Mulai dari pengertian estetika, hingga jangkauan ilmunya sendiri. Secara singkat sejarah estetika barat dapat dibagi menjadi beberapa masa seperti yang diutarakan pada tabel di bawah ini. Periode Estetika Tokoh Penting Estetika klasik Graeco-Roman Plato 428-348 SM, Aristoteles 384-322 SM, Horatius 65-eight SM, Plotinus 204-269 M Estetika abad pertengahan St. Agustinus 353-430, Thomas Aquinas 1225-1275 Estetika renaisans Ficino 1433-1499, Alberti 1409-1472 Estetika pencerahan Earl of Shaftesbury 1671-1713, Hutcheson 1694-1746, David Hume 1711-1776, Alexander Gottlieb Baumgarten, Immanuel Kant 1724-1804 Estetika romantik Friedrich Schiller, Friedrich Schleiermacher, Wolfgang von Goethe Estetika positivism dan naturalism Herbert Spencer, Grant Allen Kaum Fisiologis, Hyppolyte Taine, Gustaf Theodor Fechner, Ernst Grosse Estetika abad ke-20 Edward Bullough, Jerome Stolnitz, Virgil Aldrich, Benedetto Croce, George Santayana, John Dewey Estetika kontemporer Clive Bell, Susanne K. Langler, Collingwood, Morris Weitz Filsafat Keindahan Menurut Plato, sumber rasa keindahan adalah cinta kasih, karena ada kecintaan maka kita manusia selalu ingin kembali menikmati apa yang telah dicintainya itu. Rasa cinta pada manusia bukan hanya tertuju pada keindahan, tetapi juga kebaikan moral dan kebenaran ilmu pengetahuan. Rasa cinta pada keindahan timbul karena manusia sendiri telah belajar hal yang dicintainya itu. Pendidikan menjadi proses tertanamnya rasa cinta pada keindahan dan dapat diuraikan sebagai berikut Manusia dididik untuk mencintai keindahan nyata yang tunggal, seperti tubuhnya sendiri, tubuh seorang manusia. Kemudian dididik untuk mencintai keindahan tubuh yang lain, sehingga tertanam hakikat keindahan tubuh manusia. Keindahan tubuh yang bersifat rohaniah lebih luhur daripada keindahan tubuh yang bersifat jasmani. Keindahan rohaniah dapat menuntun manusia mencintai segala sesuatu lainnya yang bersifat rohani, misalnya ilmu pengetahuan. Pada akhirnya manusia harus dapat menangkap ide keindahan itu sendiri tanpa kaitan dengan sifat jasmaninya itu sendiri. Dapat disimpulkan bahwa terdapat keindahan yang melekat pada benda dan ada juga keindahan yang berada di luar benda itu sendiri. Keindahan pada benda/objek merupakan ilusi dari keindahan yang sebenarnya. Ada bentuk indah yang abadi, sedangkan keindahan benda di dunia fisik hanyalah tiruan dari ide keindahan yang abadi itu sendiri, keindahan bersifat transendental/transcendental. Ada keindahan yang sederhana dan ada keindaan yang kompleks. Keindahan sederhana menunjukkan adanya kesatuan yan sederhana. Jika dijelajahi asal muasalnya, bisa jadi pemikiran Plato yang satu ini adalah sumber salah satu prinsip-prinsip seni yang umum digunakan, yaitu kesatuan. Sedangkan keindaan kompleks menunjukkan adanya ukuran, proporsi, dan unsur-unsur yang membentuk kesatuan besar. Prinsip kesatuan tersebut nyatanya banyak dianut oleh para filsuf lain. Plato tidak hanya melihat bahwa kesatuan hanyalah satu-satunya ciri keindahan. Kesatuan hanya merupakan salah satu karakteristik keindahan. Baca juga Prinsip Prinsip Seni Rupa dan Desain Filsafat Seni Plato memiliki pemikiran yang dilematis teradap karya seni. Walaupun Plato tidak menyukai seni karena ditakutkan dapat memberikan dampak buruk bagi pemikiran “dunia Idealnya”, dia tetap membahas berbagai kelebihan dan manfaat yang dapat dihasilkan oleh karya seni. Plato berpendapat bahwa benda seni yang diciptakan para seniman merupakan tiruan benda indah yang merupakan ilusi dari ide keindahan yang telah dijabarkan di atas. Karya seni itu sendiri hanya sebuah ilusi/bersifat maya. Karenanya, karya seni itu inferior bertaraf rendah. Karya seni juga dianggapnya dapat merusak akal sehat akibat kandungan emosi dan akibat tiruan ide keindahan. Misalnya, bagaimana Plato takut akan terjadi hegemonisasi kecantikan yang berarti terdapat standar kecantikan tunggal seperti cantik itu harus putih, berhidung mancung, dan berambut lurus. Baca juga Filsafat Seni Karya seni tidak dapat dijadikan sumber menimba pengetahuan, tidak seperti matematika atau ilmu eksak lain. Sementara itu, emosi pada karya seni bersumber dari keirasionalan yang diilhami dari para dewa konteks zaman yunani kuno. Emosi dalam karya seni juga dapat membutakan akal sehatnya. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa karya seni dapat membahayakan kehidupan sosial dalam suatu negara. Karya seni juga dianggap bukan sumber yang baik untuk pengetahuan dan pendidikan karena dinilai pengetahuan di dalam karya seni adalah rendah. Pandangan Plato tersebut terjadi karena pendekatannya yang terlalu rasional, seperti pemikir zaman tersebut pada umumnya. Pendekatannya terlalu intelektual dan terlalu mengangkat nilai-nilai ilmu pengetahuan berdasarkan akal dan pikiran yang masih terbatas pada masanya. Karya seni dinilai dari sudut ilmu pengetahuan rasional yang masih kurang mumpuni untuk menjamah seni. Berbeda dengan Plato, Aristoteles berpendapat bahwa seni justru memberikan dampak yang baik dengan berbagai ilmu pengetahuan yang dapat diaplikasikan dan tidak kalah dengan ilmu eksak. Walaupun begitu, menariknya, Aristoteles justru banyak mendapatkan pengaruh dari pemikiran Plato yang kritis terhadap seni. Mimesis dan Kreasi Seperti Plato, Aristoteles juga berpendapat bahwa seni itu suatu imitasi atau tiruan; mimesis. Manusia meniru untuk mendapatkan kegembiraan, keindahan dan hal lainnya. Tetapi imitasi yang dimaksudkan oleh Aristoteles di sini bukan sekedar reproduksi realitas. Seniman memang meniru realitas, tapi menyimpang dari dunia pengalaman atau empiris. Seniman memilih sejumlah realitas untuk membangun sebuah gambaran yang memiliki makna. Hal yang ditiru oleh seniman termasuk tingkah laku manusia. Gambaran tingkah laku manusia itu mengandung hukum kemungkinan terjadi atau keharusan terjadi pada manusia. Karya seni bersifat universal karena digambarkan dapat terjadi kapan pun dimana pun bagi manusia. Intinya, Aristoteles menilai bahwa peniruan yang dilakukan manusia adalah suatu proses kreatif, bukan hanya penjiplakan semata. Hal itu karena menurutnya, saat seorang seniman meniru alam, ia menirunya berdasarkan pandangan, persepsi, dan keterampilan unik yang dimilikinya sendiri; terdapat proses kreatif di dalamnya. Berbeda dengan Plato yang menganggap karya seni hanyalah ilusi, Aristoteles justru beranggapan bahwa karya seni adalah karya nyata yang dapat diresapi secara sensoris inderawi. Pendekatan Aristoteles jauh lebih ilmiah dibandingkankan dengan pendekatan Plato yang lebih bersifat rasional / intelektual idealis. Penjelasan lebih lanjut mengenai mimesis dan teori kreasi Aristoteles dapat disimak pada artikel di bawah ini. Baca juga Teori Mimesis dan Kreasi Plato dan Aristoteles Sastra Filsafat seni Aristoteles lebih berporos pada sastra melalui kajian terhadap drama dan epos pada zamannya. Telaah utamanya adalah pada drama, yaitu genre komedi dan tragedi. Dia juga banyak menguraikan bentuk epos dan puisi. Aristoteles merinci unsur-unsur drama yang terdiri atas Objek imitasi, adalah tingkah laku dan kelakuan manusia drama, perbuatan. Medium imitasi, dapat erupa bahasa, irama dan nada. Karakteristik imitasi, berupa dialog, narasi, deklamasi dan acting. Dalam drama tragedi, manusia digambarkan lebih baik dari kenyataan sebenarnya, sementara dalam komedi manusia digambarkan lebih buruk dari kenyataan sebenarnya. Tragedi menggambarkan kesuperioran manusia melebihi kekuatan aslinya. Sedangkan komedi menggambarkan keburukan dan kelemahan manusia. Tragedi memiliki sejumlah unsur utama berupa Plot alur cerita Karakter Pikiran Bahasa Musik Spektakel Aristoteles juga membahas perbedaan sejarah dan sastra. Sejarah menggambarkan apa yang telah terjadi apa adanya, sedangkan sastra menggambarkan yang mungkin terjadi sehingga sastra lebih bersifat universal/umum, dan lebih mengandung filsafat dibandingkan dengan sejarah yang bersifat fakta dan partikular. Sehingga dia melihat seni dapat menjadi simbol atau lambing yang maknanya harus ditemukan oleh apresiatornya sendiri penonton, pembaca atau pemain. Baca juga Sastra – Pengertian, Sejarah, Jenis & Fungsi Ciri Keindahan Dalam memberikan karakteristik mengenai apa itu yang disebut indah, Aristoteles masih terpengaruhi oleh pemikiran Plato. Keduanya menekankan adanya kesatuan dan harmoni. Terjaringnya keserasian antara berbagai unsur yang disusun/disatukan menjadi fokal utama pada keindahan. Berikut adalah beberapa ciri keindahan menurut Aristoteles. Kesatuan atau keutuhan yang dapat menggambarkan kesempurnaan bentuk, tidak ada yang lebih atau kurang. Sesuatu yang pas dan khas. Harmoni atau keseimbangan antara unsur dan proporsi, sesuai dengan ukuran yang khas. Kejernihan, segalanya memberikan suatu kesan yang jelas, terang, jernih, murni tanpa ada keraguan. Berbeda dengan Plato, Aristoteles berpendapat bahwa semua keindahan tersebut dapat diapresiai melalui nalar dan pikiran biasa. Tidak bersifat transendental seperti yang dikatakan Plato. Pemikiran seni Agustinus sering juga disebut neo-platonisme, atau pemikiran platonisme yang baru. Pokok pikiran klasik dari Plato mengenai harmoni, keteraturan dan keutuhan/kesatuan, dan keseimbangan dalam karya seni digunakan oleh Agustinus. Sesuatu yang indah adalah kesatuan objek atau unsur seni yang sesuai dengan pengaturan/prinsip seni sesuai dengan perbandingan/proporsi masing-masing bagiannya. Ide keindahan Plato dikenakan pada Tuhan/Dewa, sehingga keindahan seni dan alam berhubungan erat dengan agama. Karya seni yang indah adalah karya yan sesuai dengan keteraturan yang platonic dan hanya dapat diperoleh melalui sinar Ilahi. Karena itulah filsafat Agustinus sering disebut juga iluminasi, yang segala sesuatunya indah karena cahaya Ilahi, cahaya terang dari Tuhan. Dalam karya seni yang baik selalu terdapat kecemerlangan keteraturan dan dengan pemikiran itu, Agustinus menolak seni sebagai mimesis. Seni itu transendental, peran cahaya ilahi sangatlah besar. Agustinus juga tertarik menilai jenis karya fiksi dalam sastra. Menurutnya ada dua jenis cerita fiksi dalam sastra. Keduanya sebetulnya adalah kebohongan/fiksional, hanya saja ada kebohongan yang tidak bermaksud menipu dan ada yang bermaksud menipu. Yang lebih dihargai keindahannya adalah karya fiksi yang meskipun menyampaikan kebohongan tetapi bermaksud baik secara moral dan agama. Shaftesbury menilai gejala seni sebagai sesuatu yang bersifat transendental. Keindahan alamiah hanyalah bayang-bayang dari keindahan asal. Terdapat pengaruh pemikiran Plato dalam filsafatnya. Pemikiran Plato yang menilai tinggi adanya ide murni yang abadi dan ditambah dengan berkembangnya aliran agama Puritanisme di Inggris mengakibatkan Shaftesbury berpendapat bahwa interest atau kepentingan pribadi selera dalam seni akan menjadi unsur perusak keindahan murni. Dalam ajaran agama Puritan, hal inderawi manusia menggerakkan berbagai nafsu manusia yang tidak terkendali, dan buruk. Ajaran ini menyatakan bahwa keinginan pribadi untuk memiliki keindahan secara tetap adalah unsur yang dapat merusak apresiasi seni. Pertimbangan kepentingan pribadi atau berbagai keinginan individu dalam hal praktis practical tidak sejalan dengan apresiasi seni. Bagi para filsuf seni yang yang mengikuti pemikiran Shaftesbury ini, terdapat tiga tingkat keindahan dalam hidup, yaitu keindahan tingkat jasmani, tingkat rohani spiritual dan tingkat ilahi transcendent. Segala yang indah itu bersifat baik dan teratur. Inilah sebabnya ukuran faktor moral menjadi penting dalam nilai seni. Apresiasi seni atau sering disebut faculty of taste bagi mereka mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai hukum moral dan rasa keindahan. Fungsi moral seni tersebut bersifat intelektual karena menyangkut hal-hal yang baik dan buruk. Sementara itu selera keindahan bersifat transendental, karena asalnya turun dari langit dari atas, ciri khas pemikiran agama samawi. Keindahan adalah sesuatu yang agung dan hanya dapat ditangkap setelah adanya tindak renungan atau kontemplasi. Apresiasi atau faculty of taste tersebut harus dilakukan secara ikhlas tanpa pamrih atau kepentingan pribadi manusia. Hutcheson menolak pemikiran Shaftesbury tentang faculty of taste. Menurutnya, selera seni atau keindahan bersifat tunggal, yaitu murni keindahan yang bersifat imanen dan bukan transenden seperti pemikiran Hutcheson atau Plato. Hutcheson berpendapat bahwa pada diri manusia terdapat kemampuan dasar yang bersifat internal dan eksternal. Kemampuan dasar internal manusia meliputi kemampuan moral, kemampuan kemuliaan, kemampuan solidaritas, kemampuan patriotik dan kemampuan keindahan. Kemampuan internal manusia bersifat mental yang akan memberikan tanggapan atau reaksi terhadap berbagai objek di luar diri manusia. Hal-hal di luar diri manusia akan mampu menggerakkan kemampuan mental manusia yang internal tersebut, termasuk kemampuan keindahannya. Sementara itu kemampuan eksternal manusia diwakili oleh lima indera manusia dalam berhubungan dengan hal-hal di luar dirinya. Kegiatan indera manusia akan memberikan persepsi. Apabila seseorang menghadapi objek seni di luar dirinya, maka sense of beauty sebagai kodrat internal manusia akan menanggapinya dengan perasaan tenang, damai, harmonis, seimbang, utuh dan bahagia. Dalam menanggapi objek tersebut, kodrat internal maupun eksternal bekerjasama secara simultan sebelum adanya campur tangan peran rasio dan akal intelektual. Karena itu seni selalu bersifat disinterestedness atau tidak memiliki motif tertentu untuk kepentingan individu secara praktis. Estetika Menurut Alexander Gottlieb Baumgarten Filsuf asal Jerman yang underrated small-scale ini adalah penggagas istilah “estetika”. Peranannya terhadap bidang filsafat sebetulnya sangat besar, tetapi sering terhitung diabaikan dalam bidang filsafatnya sendiri. Baumgarten berpendapat bahwa objek seni bersifat inderawi. Seni dimasukkan sebagai bagian dari ilmu keinderawian sehingga sifatnya intelektual. Keberadaan objektif harus sesuai dengan kebenaran estetik. Meskipun dbegitu, kebenaran estetik terletak pada hal-hal yang tampaknya “tidak benar” dan “benar”, yaitu suatu kebenaran yang “mungkin”. Ada kebenaran yang bersifat intelektual dan ada kebenaran yang bersifat inderawi. Terdapat kebenaran yang secara inderawi benar, akan tetapi secara estetik mungkin tidak benar atau sebaliknya. Immanuel Kant adalah filsuf Jerman yang hidup di abad ke-18 dan memulai perubahan drastis di bidang estetika dan teleologi. Oleh karena itu, Kant adalah salah satu figur terpenting untuk bidang estetika. Seperti pemikir Era Pencerahan Enlightment Age yang lain, Kant memegang teguh kepercayaan bahwa pemikiran manusialah yang memenuhi dunia yang kita alami ini dengan struktur-struktur tertentu. Ia berpendapat bahwa kemampuan penilaian kitalah yang memungkinkan kita mengalami atau merasakan keindahan dan memahami pengalaman itu sebagai bagian dari dunia yang terstruktur dan teratur dengan tujuan tertentu. Menurut Kant, estetika memiliki pengertian yang luas, tidak saja mengenai keindahan dan keagungan tetapi juga kesenangan secara umum. Estetika berfokus pada kesenangan dalam konteks karakteristik subjek yang mengalami kesenangan itu daripada karakter objeknya. Penilaian keindahan menurut Kant bersifat stabil karena esensial dan universal, berbeda dengan kesenangan lain yang bukan keindahan. Immanuel Kant membagi teori estetika menjadi empat bagian, yaitu teori disinterestedness atau teori tanpa pamrih dalam seni, teori universalitas, teori esensialitas, dan terakhir teori bentuk dan tujuan. Berikut ini adalah uraian dari masing-masing pembagian teori tersebut. Teori Disinterestedness Karya seni identik dengan keindahan murni tanpa dikotori oleh kepentingan dan keinginan praktis manusia. Menikmati keindahan suatu objek harus dihilangkan dari kepentingan hidup sehari-hari seperti keinginan/hasrat untuk memiliki, menguasai, memantafaatkan apalagi jika kepentingan tersebut memiliki isu yang sensitif seperti politik, dikte moral, kepercayaan dan kegunaan praktis lainnya. Penilaian keindahan harus dipisahkan dari keberadaan atau eksistensi objeknya. Keindahan ada pada subjek tertentu, misalnya keindahan pada bunga mawar. Warna merah pada mawar dan bentuk mawar itu sendiri harus dipisahkan dari mawar itu sendiri yang mungkin ingin kita miliki dan manfaatkan. Keindahan warna bunga mawar dan keindahan bentuknya harus dinilai secara terpisah dari keberadaan bunganya sendiri. Teori Universalitas Masih berhubungan dengan teori disinterestedness. Jika dalam teori tanpa pamrih tadi manusia merisaukan antara kenyataan dan keindahan murni dengan keberadaan objek nyata, maka objek keindahan dan objek benda nyata juga dapat dibedakan. Pada objek keindahan tidak ada lagi kaitan kepentingan personal yang spesifik. Kepentingan spesifik subjektif yang berhubungan dengan karakteristik objeknya tentunya bersifat khusus dan bukan universal karena keindahan itu harus tanpa pamrih, sehingga bersifat universal, lepas dari kepentingan subjek atas karakteristik objek yang bersifat ruang dan waktu. Kesenangan atas keindahan yang ada pada objek itu berada di luar ruang dan waktu dengan segala kepentingannya. Dengan demikian kesenangan tersebut bersifat universal, abadi dan berlaku untuk kapan saja dimana saja. Sementara itu, eksistensi objek keindahan itu sendiri dapat dimanfaatkan menurut kepentingan ruang dan waktu manusia. Teori Esensialitas Prinsip ini menegaskan bahwa jika seseorang menilai sesuatu indah, maka dia sedang membicarakan sesuatu yang memberikan kesenangan yang muncul dari kemampuan manusia umumnya. Mendatangkan kesenangan pada seseorang dapat juga mendatangkan kesenangan bagi orang lain, karena setiap manusia pada suatu titik memiliki kemampuan dasar kesenangan yang sama. Namun kenyataannya tidak begitu, karena kemampuan dasar tersebut meskipun ada pada setiap manusia, perkembangannya tidaklah sama. Setiap penilaian keindahan selalu bersifat tunggal, sehingga tidak pernah ada aturan umum yang dapat diformulasikan dari kumpulan penilaian tunggal yang ada. Pada dasarnya, pemikiran ini menunjukkan bahwa setiap orang dapat setuju tentang apa yang indah, tetapi kita tidak memperoleh petunjuk bagaimana dapat mendapatkan persetujuan bersama itu agreeable. Teori Bentuk Tujuan Jika ketiga teori sebelumnya berkaitan dengan subjek yang mengalami keindahan, teori keempat ini adalah mengenai objek keindahan itu sendiri. Prinsip bentuk dan tujuan Kant berpendapat bahwa keindahan yang mendatangkan rasa senang itu muncul dari adanya hubungan bentuk sebagai stimulus keindahan. Karya seni selalu berupa wujud, suatu bentuk. Setiap bentuk karya seni adalah hasil dari aktivitas manusia yang memiliki tujuan. Manusia menciptakan karya seni dengan tujuan tertentu. Maka manusia harus dapat membedakan antara tujuan dan penciptaan dan bentuk itu sendiri. Seperti misalnya alam, dianggap bentuk. Alam diciptakan oleh Tuhan dengan suatu tujuan, suatu maksud. Keindahan hanya berurusan dengan bentuk ini saja. Hanya bentuk yang mendatangkan keindahan, baik bentuk alam maupun bentuk buatan manusia. Kant berpendapat bahwa kualitas warna atau bunyi bukan bagian dari keindahan, tapi merupakan bagian yang memberikan kesenangan pada manusia. Manusia harus dapat membedakan antara keindahan bentuk dan elemen visual atau audio yang memberikan rasa senang bagi manusia. Penilaian Estetik Lebih jauh tentang pemisahan objek dan subjek Kant, salah satu pemikiran Immanuel Kant tentang estetika yang paling terkenal adalah Penilaian Estetik atau Aesthetic Judgement. Menurut Kant, penilaian estetik adalah sebuah keputusan yang didasarkan pada perasaan, dan khususnya pada perasaan senang pleasure atau tidak senang displeasure. Menurut pandangan Kant ada tiga macam penilaian estetik, yakni Penilaian sesuatu yang menyenangkan, mudah di iyakan oleh banyak orang/populer judgments of the agreeable; Penilaian keindahan atau penilaian rasa; Penilaian keagungan judgments of the sublime, yakni keindahan yang tidak hanya berfokus pada indah itu sendiri, tetapi memancarkan nilai lain yang menarik. Kant juga sering menggunakan ungkapan Penilaian Estetik dalam pengertian yang lebih mengerucut dengan tidak memasukkan Penilaian yang Menyenangkan. Pertimbangan estetis dalam pengertian mengerucut itulah yang menjadi fokus utama Kritik Penilaian Estetik. Penilaian tersebut bisa jadi tetap murni atau tidak murni atau ditunggangi kepentingan lain/manfaat praktis; Sementara Kant kebanyakan memusatkan perhatian pemikirannya pada hal-hal yang murni, ada kemungkinan bahwa sebagian penilaian tentang seni yang berlawanan dengan keindahan alam tidak dihitung sebagai sesuatu yang murni. Catatan itu penting untuk digarisbawahi agar dapat memahami pemikiran Kant mengenai penilaian subjek yang harus dipisahkan dari objeknya. Kritik terhadap Penilaian Estetik tidak hanya menyangkut penilaian keindahan dan keagungan, tetapi bersingungan juga dengan cara produksi objek-objek yang membuat keputusan seperti itu dibuat dengan tepat. Friedrich Schiller berpendapat bahwa filsuf seni seharusnya tidak menempatkan perasaan sebagai subordinasi pikiran. Perasaan dan pemikiran dapat saling berkoordinasi secara timbal balik. Unsur pemikiran menuntut keutuhan, sedangkan alam memberikan keragaman. Keindahan merupakan objek bagi kita, karena renungan terhadapnya adalah kondisi yang dapat kita rasakan. Tapi, keindahan juga merupakan subjek, karena perasaan adalah kondisi yang memungkinkan kita untuk memperoleh persepsi darinya. Salah satu pemikiran yang paling menarik dari Schiller adalah pendapatnya mengenai seni berhubungan dengan naluri bermain. Naluri bermain lebih dulu ada pada manusia, bahkan pada binatang. Naluri bermain bersifat mimesis meniru dalam arti menirum alam. B ermain dapat menjadi suasana kebebasan tanpa tujuan praktis, yaitu bermain demi permainan itu sendiri. Bermain mengarah pada kesenangan dan relaksasi dari berbagai kemampuan dasar manusia. Ketika bermain, diri dan alam menjadi satu, sehingga alam tidak ada bagi manusia. Manusia menjadi bagian dari alam. Naluri tersebut menjadi dasar estetika, tetapi naluri bermain baru berubah menjadi estetika ketika manusia memisahkan dirinya dengan alam dan merenungkan apa itu alam bagi dirinya. Dalam naluri bermain kekebasan itu kosong tanpa tujuan, sedangkan dalam estetika kekosongan tersebut diisi dengan ekspresi individual yang imajinatif. Ekspresi individual tersebut didasari oleh unsur intelektual dan moralitas. Melalui kerja intelektual, individu tersebut membangun bentuk. Bentuk terikat pada isi, yang berupa textile dan kegunaan praktis, tetapi dalam seni kegunaan praktis itu bersifat memecah kemampuan dasar manusia namun justru perasaan itu juga yang menyatukannya komplementer/saling mengisi kekurangan masing-masing. Dari persoalan isi dan bentuk itu Schiller menekankan pentingnya bentuk. Isi bisa saja nihil atau kosong, akan tetapi bentuk adalah segalanya. Dalam bentuk itulah asas permainan ini berlaku. Isi intelektual hanya akan menghalangi tercapainya kebebasan dan kesenangan bermain dalam seni. Keindahan adalah kehidupan, yaitu bentuk yang hidup. Seniman harus menaklukan alam dalam bentuk, melalui kemampuan intelektual dan moralitasnya tapi bukan demi intelektual atau moralitas itu sendiri. Semuanya demi bentuk yang hidup, bentuk yang estetis/indah. Ajaran estetika Schleiermacher menyetujui pendapat Hegel yang meletakkan estetika sebagai bagian kerja filsafat dan filsafat itu sendiri sejajar dengan agama. Seni dan estetika diletakannya dalam disiplin filsafat etik, sedangkan di lain pihak ada disiplin filsafat dialektik ontologi dan fisik. Ia membagi aktivitas manusia menjadi dua kategori, yaitu aktivitas identitas atau aktivitas logic yang bersifat umum serta aktivitas individual yang amat beragam. Schleiermacher juga membagi aktivitas internal dan aktivitas eksternal, yaitu aktivitas imanen dan aktivitas praktis. Seni termasuk dalam aktivitas individual. Seni juga termasuk dalam aktivitas internal. Seni sejati merupakan imaji internal. Seni adalah kegiatan imanen yang ersifat internal, bukan kegiatan praktis; kegiatan private, bukan kegiatan logic. Ia memberikan contoh perbedaan antara manusia yang marah dan aktor yang memainkan peran orang sedang marah. Marah aktor adalah seni karena emosi marah itu telah dibentuk dan dikontrol oleh ackor. Kemarahan telah dibentuk oleh individu secara internal dan kemarahan aktor bukan kemarahan praktis lagi. Salah satu pendapatnya yang paling menarik adalah mengenai hubungan antara seni dan mimpi. Dalam mimipi, aneka fakta muncul dan mengalir secara tidak teratur, merupakan suatu kekacauan/chaos. Dalam seni fakta pun muncul seperti dalam mimpi, hanya aktivitas internal manusia yang dapat mengubah fakta mimpi menjadi seni dengan memberinya susunan, struktur dan bentuk. Dari bentuk itulah baru muncul berbagai makna. Kebenaran seni pada awalnya muncul dari kesadaran individual. Kesadaran individual, baik dalam perasaan maupun gagasan dan pengelihatan tidak akan menjadi seni jika tidak didasari oleh kesadaran kemanusiaan yang universal. Seni merupakan kesadaran universal, terasa secara universal sebagai kebenaran dan logis secara universal sebagai kebenaran. Nilai moralitasnya juga bersifat universal. Tugas seni menuju ke dua arah dalam hubungannya dengan realitas empiris, yaitu menyajikan kebenaran realitas dan sekaligus menyempurnakan realitas itu. Realitas empiris lingkungan disempurnakan dalam aspek dan bidangnya masing-masing, seperti moralitas, norma sosial, religi dan lain-lain. Sudah menjadi tugas seniman untuk menyajikan sesuatu yang ideal dalam yang nyata, yang subjektif dalam yang objektif. Fechner terkenal dengan bukunya yang berjudul Introduction to Aesthetic 1876. Dia dikenal sebagai pakar estetika eksperimental. Disebut demikian karena ia menolak konsep deterministik terhadap objek esensi seni dan keindahan, estetika seperti itu sebagai estetika dari atas. Ia sendiri menciptakan estetika dari bawah yang lebih mencari kejelasan, bukan sublimitas keagungan seni. Ia bekerja secara induktif dengan melakukan berbagai eskperimen estetik. Mengumpulkan data tentang warna yang paling banyak disukai responden, serta alasan mereka menyukai/menyenangi warna tersebut. Ia juga meminta responden memilih dua bentuk atau dua warna dan mengapa mereka memilih bentuk dan warna tersebut. Hasil yang diperoleh itu kemudian di analisis. Temuannya ini masih diperdebatkan dalam kajian estetika. Temuan eksperimentalnya meliputi masalah hukum dan prinsip estetika seperti kesatuan dalam keberagaman, kejelasan, asosiasi, kontras, konsekuensi, konsiliasi, makna yang benar, prinsip ekonomi, perubahan, pengukuran, dan masih banyak lagi yang lain. Namun demikian, setelah melakukan eksperimennya, Fechner tetap kembali pada jawaban spekulatif. Menurutnya ada tiga arti keindahan, yakni sebagai berikut. Dalam arti luas bahwa seni adalah segala sesuatu yang menyenangkan secara umum. Keindahan memberikan kesenangan yang lebih tinggi, tetapi masih bersifat inderawi. Keindahan sejati tidak hanya menyenangkan, tetapi juga kesenangan yang sesungguhnya, yaitu memiliki nilai-nilai dalam kesenangan tersebut yang didalamnya terkait konsep keindahan dan konsep moral, kebaikan. Fechner juga mengajukan beberapa prinsip prinsip seni seperti yang dipaparkan dibawah ini. Seni selalu memilih ide berharga dan menarik utnuk direpresentasikan. Seni harus mengekspresikan gagasannya dalam bentuk material yang begitu rupa sehingga bentuk setara dengan isi. Dari berbagai kemungkinan bentuk ekspresinya, harus dipilih bentuk seni yang paling memberikan kesenangan tertinggi. Semua unsur bentuknya secara rinci harus diperlakukan begitu rupa sehingga memberikan efek kesenangan yang maksimal. Tujuan seni adalah memberikan pencapaian kesenangan tertinggi yang mengandung nilai-nilai tertinggi. Apakah sebuah karya seni disikapi oleh penanggap seni seperti orang lain menanggapi karya tersebut? Bagaimana seharusnya hubungan antara karya seni dan penanggap seni? Apakah karya seni menentukan sikap penanggap seni atau sebaliknya? Pertanyaan semacam itulah yang ingin dijawab oleh Aldrich. Apa yang harus dilakukan oleh subjek seni terhadap objek seni sehingga objek seni tersebut menjadi objek estetik? Di sini dari subjek seni, dituntut suatu sikap estetik tertentu atau persepsi estetik tertentu, sebelum adanya keyakinan terhadap nilai estetik tertentu dalam objek seni, sehingga sikapnya itu akan membuktikan keyakinannya. Menurut Aldrich adalah salah jika orang beranggapan hanya ada satu cara dalam menghadapi karya seni. Ada dua cara persepsi, yaitu persepsi estetik prehensi dan persepsi non-estetik observasi. Objek observasi merupakan objek fisik dan objek prehensi disebut sebagai objek estetik. Sementara itu cara menghadirkan, menyusun atau membentuk gambar itu disebut sebagai objek cloth. Karya seni secara objektif hanyalah objek material. Saat kita menyikapi objek material tersebut estetiklah maka objek textile tersebut akan menjadi objek estetik. Sikap seperti itu disebut prehensi oleh Aldrich, sikap estetik yang sesungguhnya. Contoh yang diajukan Aldrich adalah sebuah gambar ambigu yang memiliki dua arti, yaitu gambar sederhana yang sekilas tampak seperti kelinci, tetapi dalam persepsi tertentu juga merupakan gambar itik. Jadi, gambar tersebut dapat dilihat atau disikapi sebagai gambar itik atau gambar kelinci. Yang mana yang benar? Tergantung pada cara pemandang menyikapinya, tidak ada yang salah. Contoh yang diajukan Aldrich Sebuah gambar ambigu yang memiliki dua arti; bebek atau kelinci Jika sikap estetik kita mengarah kepada objek seni sebagai gambar kelinci objek estetik, maka gambar bebek menjadi objek fisik. Sebaliknya jika persepsi estetik kita pada objek material itu sebagai gambar bebek, maka gambar kelinci menjadi objek fisik. Collingwood terkemuka melalui bukunya yang berjudul The Principles of Art, Isinya adalah telaah Collingwood mengenai hubungan antara seni dan craft kerajinan, yang secara prinsip berbeda. Collingwood menyangkal bahwa seni dan kerajinan sebagai dua spesies yang berasal dari genus tunggal. Tidak ada karakteristik esensial yang mendasari keduanya. Menurutnya, kerajinan adalah aktivitas yang mengubah material mentah dengan keterampilan yang dapat dipelajari sehingga menjadi produk yang telah ditetapkan sebelumnya. Karakterisik kerajinan adalah adanya hubungan antara alat dan tujuan ini. Keterampilan membuat sepatu kulit adalah alat untuk menghasilkan suatu tujuan, yaitu sepatu yang telah dirancang sebelumnya dan dapat dibuat cetak biru/spesifikasinya. Kerajinan dan seni bisa bersifat komplementer, sehingga substansi benda yang sama dapat menjadi sebuah karya kerajinan dan seni di pihak yang lain. Seniman harus memiliki keterampilan yang menghasilkan kerajinan terlebih dahulu, barulah dia mulai berkembang, bukan sekedar menjadi tukang artisan atau menjadi seniman. Collingwood membedakan antara seni sejati proper art dan seni gadungan yang dinamakannya sebagai seni hiburan. “Jika sebuah artefak didesain untuk mencetuskan emosi tertentu dan jika emosi ini dimaksudkan bukan untuk penuangan ke dalam okupasi kehidupan biasa melainkan untuk kegembiraan sebagai sesuatu yang bernilai, maka fungsi artefak tersebut adalah menyenangkan dan menghibur” katanya. Ke dalam seni hiburan ini dia juga memasukan beberapa jenis seni yang lain yaitu seni magis dan seni religius. Seni hiburan maupun seni magis dimaksudkan untuk mencetuskan emosi yang dicetuskannya. Emobis membangkitkan rasa cinta tanah air dalam sebuah patung atau lukisan adalah sejenis dengan emosi yang dicetuskan dalam seni hiburan yang tidak nyata. Seni hiburan dan seni magis keduanya hanya kerajinan karena didesain untuk mencetuskan emosi spesifik yang telah ditetapkan sebelumnya oleh seniman; menghibur. Ekspresi Seni Salah satu pemikiran Collingwood mengenai seni adalah teori ekspresi seni. Ekspresi emosi dapat diwujudkan dalam beberapa cara. Ekspresi yang umum dalam kehidupan sehari-hari terjadi secara alami dan tidak terkontrol. Untuk mengekspresikan marah, wajah bisa memerah atau ekspresi ketakuan dapat menyebabkan wajah pucat. Namun semua itu di luar kenali subjeknya. Ekspresi dalam seni adalah adanya kendali dan kesadaran mengendalikan emosi. Ekspresi emosi yang dikendalikan secara sadar adalah bahasa dan seni adalah semacam bahasa. Pengekspresian emosi yang merupakan seni sesungguhnya semuanya mengarah pada hal yang sama, yaitu ekspresi, seni dan bahasa. Penilaian Seni Mengenai penilaian seni yang baik dan jelek ia menyatakan, “Definisi substansi tertentu apapun adalah merupakan definisi substansi yang baik semacam itu…”. Karya seni yang jelek, menurutnya adalah sebuah aktivitas yang membuat seniman mencoba mengekspresikan emosi tertentu, namun gagal. Tetapi sebuah lukisan yang jelek pertama-tama harus berupa lukisan. Lukisan yang jelek tidak berarti bukan lukisan sama sekali. Lukisan yang jelek telah memenuhi persyaratan seni, tetapi gagal dalam beberapa aspeknya. Karya seni dalam pengertian klasifikasi adalah sebuah karya dalam pengertian evaluasi. Jadi, sesuatu disebut mengandung atau tidak mengandung nilai seni tergantung pada adanya suatu evaluasi nilai. Sebuah karya seni dalam pengertian kualifikasi adalah sebuah artefak. Beberapa orang yang bertindak atas nama institusi sosial tertentu memberikan kandidat status untuk apresiasi. Evaluasi suatu institusi dalam masyarakatlah yang memberikan status pada sesuatu sebagai berstatus seni atau tidak. Pandangan pemberian status ini memang cukup kabur, karena apa yang dimaksud institusi seni juga tidak jelas. Institusi seni tidak didukung oleh persyaratan legal. Institusi seni adalah semua orang yang memandang dirinya sebagai anggota dunia seni dan karenanya memiliki kapasitas untuk memberikan status. Teori institusi seni menyadari bahwa dirinya harus selalu mempertimbangkan praktik dunia seni. Institusi seni harus selalu diperhatikan bahwa syarat menjadi sebuah karya seni dalam pengertian klasifikasi tidak berarti karya tersebut memiliki nilai aktual. Keputusan bahwa sebuah karya menjadi karya seni secara institusional juga mempertimbangkan latar belakang institusinya. Suatu karya mungkin diakui bernilai seni dalam satu lingkungan institusi, namun ditolak oleh institusi yang lain. Sebuah intitusi seni bisa mengatakan sebuah karya seni adalah sebuah objek yang membuat seseorang mengatakan bahwa ini adalah karya seni. Skeptikal karena tampaknya sembarangan, tetapi insitusi semacam ini mempertaruhkan semua martabat dirinya untuk menyatakannya demikian. Jika suatu institusi secara sembarangan mengatakan sebuah artefak sebuah karya seni, institusi tersebut akan mendapatkan kehilangan kepercayaan. Simpulan Pemikiran estetika berawal dari kecintaan manusia terhadap keindahan yang melekat pada bendanya sendiri hingga menuju sisi diluar benda itu sendiri; rohaniah. Perkembangannya juga cenderung selalu membedakan antara seni murni dan seni terapan, walaupun filsuf kontemporer juga menemukan irisan tengahnya dan kita tidak dapat dengan serta merta membuat dikotomi yang membedakan seni rendah dan seni tinggi. Keindahan juga akhirnya ditemukan tidak memiliki patokan tertentu seperti seorang wanita yang cantik tidak selalu harus putih dan berhidung mancung, walaupun pandangan tersebut adalah pandangan yang agreeable untuk kebanyakan orang. Sisi ekstrinsik estetika sendirilah yang menyebabkan stereotype tersebut hingga kehidupan sosial manusia sempat terusik oleh berbagai isu sosial seperti rasisme dan pandangan sebelah mata terhadap bentuk tertentu. Pencarian estetika di era kontemporer ini bisa dibilang masih berujung pada isu sosial, seperti pemikiran George Dickie mengenai institusi sosial. Seni seolah beralih dari objek intrinsiknya sendiri menjadi sebuah konsep yang terikat pada medannya sendiri, artefak hanyalah jasad yang mewakilinya. Walaupun begitu bukan berarti pemikiran seperti itu menjadi yang paling benar, tetapi hanya menambah catatan baru untuk kita kembangkan atau mungkin kita bantah melalui pemikiran maupun karya yang baru. Referensi Sumardjo, Jakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung Penerbit ITB. Gie, Liang. 1976. Garis Besar Estetik, Filsafat Keindahan. Yogyakarta Penerbit Kaya. Burnham, Douglas. 1997. Immanuel Kant Aesthetics. Internet Encyclopedia of Philosophy, Diakses tanggal 2022-02-28,
Jawabanngak tau kok tanya sayaPenjelasanemboh JawabanKeindahan adalah suatu sifat atau ciri suatu objek yang memberikan kesenangan atau kepuasan. Maka hubungan antara keindahan dengan karya cipta yaitu Keindahan dan karya cipta jika dihubungan keduanya maka akan terjadi suatu penilaian bahwa suatu karya itu indah.
Keindahan dan karya cipta merupakan dua kalimat yang mempunyai keterikatan antar satu sama lainnya. Tak dapat di pungkiri lagi dalam diri manusia pasti lah mempunyai keindahan dan juga mempunyai suatu karya cipta. Namun apakah sebenarnya keindahan itu ? dan apakah karya cipta itu ? Keindahan APAKAH KEINDAHAN ITU ? Sebenamya sulit bagi kita untuk menyatakan apakah keindahan itu. Keindahan itu suatu konsep abstrak yang tidak dapat dinikmati karena tidak jelas. Keindahan itu bare jelas jika telah dihubungkan dengan sesuatu yang berwujud atau suatu karya. Dengan kata lain keindahan itu baru dapat dinikmati jika dihubungkan dengan suatu bentuk. Dengan bentuk itu keindahan dapat berkomunikasi. Jadi, sulit bagi kita jika berbicara mengenai keindahan, tetapi jelas bagi kita jika berbicara mengenai sesuatu yang indah. Jadi keindahan pada dasamya adalah sejumlah kwalita, pokok tertentu yang terdapat pada suatu hal. Kwalita yang paling sering disebut adalah kesatuan unity, keselarasan harmony, kesetangkupan symmetry, keseimbangan balance dan perlawanan contrast. Dan ciri itu dapat diambil kesimpulan, bahwa keindahan tersusun dari berbagai keselarasan dan kebaikan dari garis, wama, bentuk, nada dan kata-kata. Ada pula yang berpendapat, bahwa keindahan adalah suatu kumpulan hubungan-hubungan yang selaras dalam suatu benda dan di antara benda itu dengan Si pengamat. Namun ada juga versi lain yang menyatakan bahwa keindahan adalah sebagai berikut Keindahan Kata keindahan berasal dari kata indah, artinya bagus, permai, cantik, elok, molek, dan sebagainya. Benda yang mempunyai sifat indah ialah segala hasil seni, pemandangan alam, manusia, rumah, tatanan, perabot rumah tangga, suara, warna, dan sebaginya. Kawasan keindahan bagi manusia sangat luas, seluas keanekaragaman manusia dan sesuai pula dengan perkembangan peradaban teknologi, sosial, dan budaya. Karena itu keindahan dapat dikatakan, bahwa keindahan merupakan bagian hidup manusia. Keindahan tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dimanapun kapan pun dan siapa saja dapat menikniati keindahan. Keindahan adalah identik dengan kebenaran. Keindahan kebenaran dan kebenaran adalah keindahan. Keduanya mempunyai nilai yang sama yaitu abadi, dan mempunyai daya tank yang selalu bertambah. Yang tidak mengandung kebenaran berarti tidak indah. Karena 1 itu tiruan lukisan Monalisa’tidak indah, karena dasamya tidak benar. Sudah tentu kebenaran disini bukan kebenaran ilmu, melainkan kebenaran menurut konsep seni. Dalam seni, seni berusaha memberikan makna sepenuh-penuhnya mengenai obyek yang diungkapkan. Keindahan juga bersifat universal, artinya tidak terikat oleh selera perseorangan, waktu dan tempat, selera mode, kedaerahan atau lokal. Itu lah dua versi yang menyatakan apa itu keindahan, setidak nya dari dua versi yang sudah di jabarkan diatas kita semua dapat memahami apa makna dari keindahan dan menurut pandangan saya keindahan adalah bagaimana cara kita memandang suatu sesuatu dengan sudut pandang kita sendiri. Tentunya setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda – beda mengenai apa itu keindahan. Dibawah ini merupakan aspek – aspek keindahan pada diri manusia ada 4 aspek keindahan pada diri manusia A. Kontenplasi dan Ekstasi Kontemplasi adalah memandang jauh ke depan demi mendapatkan arah dan kemungkinan tindakan lain antisipasi yang lebih bermakna. Kontemplasi juga merupakan suatu tindakan untuk memahami penuh suatu hal. Kontemplasi adalah memandang sesuatu dengan cara ambil bagian dalam hidup, dalam adegan, terlibat langsung. Kontemplasi adalah dasar dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu yang indah. Sedangkan Ekstansi adalah dasar dalam diri manusia untuk menyatakan, merasa, dan menikmati sesuatu yang indah. Setiap manusia memiliki nilai ekstansi yang berbeda-beda. Apabila kontemplasi dan ekstansi itu dihubungkan dengan kreativitas, maka kotemplasi itu adalah faktor pendorong untuk menciptakan keindahan. Sedangkan ekstansi itu merupakan faktor pendorong untuk merasakan menikmati keindahan karena derajat kontemplasi dan ekstansi itu berbeda-beda antara setiap manusia. B. Keindahan Keserasian dan Kehalusan Dalam diri manusia terdapat faktor kontenplasi dan itu keindahan tidak dapat di pisahkan dari kehidupan manusia. karena membutuhkan keindahan terrcermin unsur keseerasian dan adalah kemampuan untuk menata sesuatu yang dapat dilihat,dipegang seseorang. Kehalusan adalah kemampuan menampilkan sopan santun,tutur kata yang menyenangkan,menarik perhatian, dan menggembirakan orang lain. C. Kreatifitas dan Karya Cipta Keindahan adalah salah satu dari kehidupan yang merupakan sebuah manusia brusaha menciptakan keindahan untuk memenuhi kebutuhan ,selain itu manusia menciptkan karya cipta dipengaruhi oleh pengalaman dan faktor alam. D. Pengaruh Keindahan pada jiwa manusia Daya tarik yang kuat memiliki efek berubahnya situasi dan kondisi pada manusia, keindahan bisa mengubah suasana yang tidak nyaman bisa menjadi nyaman , bahkan dengan seringnya kita melihat keindahan,maka kesehatan jiwa kita akan sangat bagus,sehingga mempengaruhi jasmani dari diri kita sendiri,karena fikiran kita yang sudah fresh. Karya Cipta Karya Cipta merupakan hasil dari buah pemikiran seseorang dalam membuat sesuatu hal atau apapun. Dalam karya cipta tentunya tiap – tiap manusia berbeda karena memiliki pola berfikir yang berbeda antar satu dengan yang lainnya. Karya cipta dan keindahan menurut saya memiliki keterikatan sebab Keindahan adalah salah satu dari kehidupan yang merupakan sebuah kodrat dan karena manusia berusaha menciptakan keindahan untuk memenuhi kebutuhan, selain itu manusia menciptkan karya cipta dipengaruhi oleh pengalaman dan faktor alam. Referensi
keindahan berhubungan dengan karya cipta manusia karena